Bedug dan kentongan biasa menghiasi masjid-masjid tradisional (baca: masjid NU), bagaimana hukumnya? apakah ada contoh dari Rasululloh SAW? mari kita simak ulasan dari kyai kita Mahrus Ali, monggo disimak..
Apakah hukum kentongan yang dipukul untuk memberitahukan waktu shalat fardhu, dipukul sebelum adzan, malah sering dipukul pula setelah adzan, yang demikian itu tidak memberi bekas dalam hati, selain menyerupai orang yahudi atau Nasrani (walau sekarang ini mereka meninggalkannya). Dan bagaimana hukumnya “Bedug” yang dipukul bersama kentongan, tetapi seringkali dipukul bersama-sama dengan adzan, apakah hukumnya seperti kentongan itu? apakaah sunah beradzan di tempat yang tinggi seperti menara mesjid? Dan bagaimana hukumnya memukul bedug untuk memberitahu mulai bulan Ramadhan, atau hari raga, atau waktu sahur, dan lain-lain.
Bagaimana kebiasaan di desa-desa dalam mesjid sering mengganggu,terutama orang-orang yang berada di sekitar mesjid? Apakah demikian itu layak bagi agama yang suci maka tidak dilarang dan diingkari?
Jawaban Muktamar NU:
“Adapun hukumnya kentongan, telah menjadi berselisih di antara pendapat para ulama yang besar-besar, kalau ingin mengetahui dalilnya masing-masing haraplah membaca kitab-kitabnya yang tercetak, kemudian supaya diingat kemaslahatannya dan mafsadahnya serta diperhatikan benar-benar. Adapun hukumnya “Bedug”, maka tidak ada larangan tentang memukul bedug itu, apalagi kalau dengan bedug itu dapat menimbulkan syiar agama Islam. Tapi kalau mengganggu orang yang sembahyang atau orang yang tidur, maka haramlah bedug itu karena mengganggunya. Adapun adzan di tempat yang tinggi, seperti menara atau di atap masjid, maka hukumnya setidak-tidaknya di pintu mesjid. Keterangan, dalam kitab-kitab filth”.
A. Mun’im DZ menyatakan :
Bedug hanya dipasang di masjid di samping kentongan Islam termasuk beduk dan wayang dan juga gamelan. Boleh saja orang setuju dengan keberadaan bedug di masjid-masjid atau tidak usah memakainya.
Untuk mengetahui hukum bedug itu, pikirlah hadis sbb:
Abdullah bin zaid bin Abd rabbih datang kepada Rasulullah saw, lalu berkata :
Sesungguhnya untuk mengumpulkan orang-orang untuk melakukan salat tanpa undangan atau panggilan. Lantas Rasulullah SAW ingin membuat trompet (corong) seperti milik orang yahudi yang mengajak untuk melakukan salat, lalu beliau tidak menyukainya. Kemudian beliau memerintah untuk bikin kentongan, lalu di buatkan untuk dipukul sebagai tanda panggilan untuk melakukan salat. Ketika keada an seperti ini, maka Abdullah bin Zaid bin Abd Rabbih (saudara Balharts bin Al Khozroj) bermimpi lalu datang kepada Rasulullah SAW, lalu berkata:
Wahai Rasulullah! tadi malam, aku bermimpi ada seorang lelaki yang mengenakan dua kain hijau dengan membawa kentongan di tangannya, aku berkata: “Wahai hamba Allah! apakah kamu menjual kentongan itu?”
Dia berkata : “Untuk apakah ?”
Aku berkata : “Untuk mengundang salat”
Dia berkata : “Maukah kamu aku tunjukkan yang lebih baik daripada itu?”
Aku berkata : “Apakah itu?”
Bacalah:
HR Ibnu Khuzaimah [1]
Ibnu Khuzaimah dalam kitab sahihnya berkata: Ini hadis sahih yang bisa di tetapkan dari segi periwayatan. Perawi Muhammad mendengar dari ayahnya dan Ibnu Ishak mendengar dari Attaimi dan tidak tergolong hadis tambahannya. Imam Bukhori sendiri menyatakan sahih sebagaimana dikisahkan oleh Tirmizi dalam kitab al ilal [2]
Malaikat tadi mundur, lalu berkata apa yang dia katakan: Lalu dijadikan ganjil dan ada tambahannya yaitu:
Qad qamatis sholat X2 Allahu akbar – Allahu akbar la ilaha illallah.
Ketika Rasulullah SAW diberi tahu, maka beliau bersabda:
“Sesungguhnya ia impian yang benar, insya Allah!, berdirilah dan ajarkan kepada Bilal. Sesungguhnya dia bersuara lebih keras dari pada kamu”.
Ketika Bilal menyampaikan adzan, maka Umar bin Al Khotthob mendengarnya, lalu menarik sarungnya seraya berkata: “Wahai Nabiyullah, demi Tuhan yang mengutusmu dengan benar, sungguh aku bermimpi sebagaimana dia mimpi”.
Rasulullah SAW bersabda: Al Hamdulillah, hal itu lebih mantap. [3]
Rasulullah SAW tidak mau menggunakan lonceng. kentongan, trompet atau corong karena sudah di lakukan oleh non muslim dalam acara memanggil orang banyak untuk acara kebaktian. Bila sekiranya bedug itu, asal usulnya budaya Cina, India yang kafir, maka tidak layak ditaruh di tempat peribadatan kaum muslimin. Jadi memukul bedug, kentongan untuk memanggil orang-orang yang salat adalah langkah yang harus ditinggalkan, karena menyerupai non muslim. Ia bid`ah yang di-import dari non muslim.
Fatwa muktamar NU yang saya lihat di sini adalah ngambang sekali, kurang tegas dan tidak mengambil referensi atau teks dari referensi yang akurat. Sulit mencari dalil yang memperbolehkan bedug.
Saya condong kalau bedug itu termasuk kebudayaan Cina, karena PT. Jarum rokok mensponsori Festival bedug atau kirap bedug dan saya dengar mengarak bedug terbesar. Karena ia budaya non muslim, maka harus diberikan kepada mereka, tidak usah kita miliki apalagi sebagai syi`ar Islam. Kita berpegangan kepada hadis:
Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka tergolong mereka. [4]
Dan kita juga tidak boleh simpati dengan mereka sebagaimana ayat :
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. [5]
Sungguh kamu sekalian akan mengikuti perilaku bangsa sebelummu sejengkal demi sejengkal, selengan demi selengan hingga mereka masuk ke lobang biawak, kamu akan mengikutinya. Kami berkata: “Wahai Rasulullah! Yahudi dan Nasrani?”, Rasul menjawab: “Siapa lagi”. [6]
B. Mun’im DZ menyatakan :
Pemakaian kedua alat tersebut di masjid-masjid sangat diperlukan untuk memperbesar syiar Islam.
Tidak memakai bedug, Islam tetap jaya, lihat saja di Saudi Arabia yang suaru-suraunya bertebaran di perkampungan, dan tiada satupun yang memakai kentongan atau bedug. Jadi tidak benar, bila bedug merupakan syi`ar Islam, malah sebaliknya. Masjid tanpa bedug lebih Islami karena tiada unsur budaya lokal yang aslinya dari Budha.
sukanya kok copas????? kreatif dunk…
Terima kasih atas masukannya. Meski copas, namun ane selalu menyertakan link sumbernya.